Gebrakan
"Merdeka Belajar"
KOMPAS.com - Penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim masih menyisakan banyak pertanyaan. Bagi yang belum paham, berikut

1. USBN diganti ujian (asesmen)
Menurut Nadiem, situasi saat ini USBN membatasi
penerapan dari semangat UU Sisdiknas yang memberikan keleluasaan bagi sekolah
untuk menentukan kelulusan. Untuk arah kebijakan barunya, Tahun 2020 USBN akan
diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.
Nantinya, ujian dilakukan untuk menilai kompetensi siswa. Dimana ujian dalam
bentuk tes tertulis dan atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif.
Seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis dan sebagainya).
Dengan begitu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar
siswa. Bahkan diharapkan anggaran USBN dialihkan untuk mengembangkan kapasitas
guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. 2021 UN diganti
Menteri Nadiem melihat situasi saat ini materi UN
terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten,
bukan kompetensi penalaran. Disamping itu, UN dianggap jadi beban siswa, guru
dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu.
Karenanya tahun 2020, UN akan dilaksanakan terakhir kalinya. Sebagai
penggantinya, pada 2021, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter.
Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata
pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang diterapkan dalam ujian
nasional selama ini, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi
minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Asesmen ini dilakukan
pada siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11). Arah kebijakan
baru ini juga mengaju pada praktik baik padan level internasional seperti PISA
dan TIMSS.
3. RPP dipersingkat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama ini, guru diarahkan
mengikuti format RPP secara kaku. Tetapi nanti guru akan bebas memilih,
membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP. Dulu, RPP terlalu banyak
komponen dan guru diminta menulis sangat rinci (satu dokumen RPP bisa lebih 20
halaman). Tetapi nanti akan dipersingkat yakni RPP berisi tujuan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran dan asesmen. RPP hanya 1 halaman saja. Sehingga penulisan
RPP dilakukan dengan efisien dan efektif yang menjadikan guru punya waktu untuk
mempersiapkan juga mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
4. Zonasi PPDB lebih fleksibel
Untuk program "Merdeka Belajar" yang terrakhir ini, Nadiem
menjelaskan bahwa Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dalam Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB). Adapun kebijakannya, PPDB lebih fleksibel untuk
mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut
Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen,
jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.
Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi
daerah. "Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah
zonasi," ujar Nadiem.