Belajar di Rumah karena Corona COVID-19, Efektifkah?

Surat edaran
tersebut berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang
disampaikan Minggu. Instruksi belajar di rumah berlaku selama 15 hari, atau
hingga 30 Maret 2020. Langkah tersebut dilakukan untuk menekan angka pasien
yang terpapar Corona atau COVID-19. Per Senin, ada 10 orang dinyatakan positif
Corona di Jawa Barat.
Orangtua Aulia,
Ahmad, mengatakan kebijakan ini membuatnya tenang. "Bisa lihat anak di
rumah. Kan, orangtua mah tahunya cuma nganter sampai gerbang. Di kelas
tahu-tahu ada yang batuk, kemudian sakit, gimana? Takutnya itu," kata
Ahmad kepada reporter Tirto, Senin.
Ahmad sempat
ketar-ketir karena di Bandung sulit mencari masker dan cairan pembersih tangan
sejak awal Maret. Dua benda tersebut ia cari-cari dari lama untuk mencegah
Aulia terdampak Corona seandainya tetap bersekolah. "Saya pikir si anak
enggak bisa izin, jadi sempat cari masker sama hand sanitizer. Alhamdulilah
akhirnya diliburkan dulu," katanya bersyukur.
Meski
meminimalisasi potensi penyebaran, belajar di rumah juga ada dampak negatifnya.
Bagi Aulia, belajar di rumah--dengan memaksimalkan teknologi--tidak begitu
efektif. Guru memberikan tugas secara online. Komunikasi juga jadi hanya satu
arah, katanya. Aulia bercerita kalau para guru sudah memberikan tugas berupa
esai. Tugas tersebut dikirimkan dalam bentuk file Microsoft Word lewat
WhatsApp. "Hari ini guru biologi kasih soal, apa arti virus, ciri-ciri
virus. Nanti kalau sudah dijawab, tinggal dikirim.
Ada juga soal di
Google Class gitu (website) berupa tanya jawab," terang siswi kelas 1 SMA
tersebut. Setiap hari akan ada dua tugas dari dua mata belajaran. "Enggak
tahu jadwal pelajarannya apa, tapi harus siap aja kalau dikasih soal."
Saban kesulitan mengisi jawaban, Aulia akan memanfaatkan Google untuk mencari
informasi, yang tentu saja sulit diverifikasi guru apakah sumber yang ia pakai
kredibel atau tidak. Jawa Barat bukan satu-satunya provinsi yang menerapkan
sistem belajar di rumah.
Imbauan belajar
di rumah juga diterapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Otomatis, semua
sekolah mulai dari TK/TPA, SD, SMP, SMA di DKI kosong. Saya menyambangi dua TK
di kawasan Grogol, Jakarta Barat, yang biasanya ramai dari pagi hingga sore,
dari pukul setengah 8 pagi sampai 4 sore: TK Melati dan TPA Nurul Falah. Salah
satu pedagang minuman di TK itu, Wono, mengatakan sudah tahu sekolah
diliburkan. Maka dari itu ia tidak berjualan.
Yang Perlu Diperhatikan
Strategi belajar
di rumah, menurut, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Heru Purnomo, sudah tepat, setidaknya dari sisi kesehatan. Namun untuk
efektivitas pembelajaran, ia menilai perlu ada yang dipersiapkan sekolah dan
guru guru. Menurutnya guru harus proaktif dan kreatif agar bisa menggelar
kegiatan belajar-mengajar sama efektifnya dengan tatap muka. "Strateginya
harus dipetakan oleh bapak dan ibu guru. Maka itulah yang kemudian diserahkan
dalam bentuk soal saja, dari hasil pengamatan itu artinya untuk mengejar target
kurikulum.
Ini adalah home
learning yang selama ini ada di dalam kelas reguler karena kondisi darurat,"
terang dia. Hal senada juga dikatakan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau
Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. Selain guru, ia menjelaskan
orangtua pun harus ikut memantau si anak belajar di rumah. "Belajar di
rumah itu bukan libur, bukan berarti enggak ada aktivitas literasi. Ini yang
perlu dipahami. Tetap belajar dengan target yang sudah ada di kurikulum,"
terang dia.
Tantangan lebih
besar akan muncul jika kebijakan ini diterapkan di daerah dengan infrastruktur
internet dan teknologi yang kurang memadai seperti di desa-desa.
"Sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran online ini
akan mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalan materi
pembelajaran," kata peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies
(CIPS) Nadia Fairuza Azzahra lewat keterangan tertulis. Hal serupa berlaku bagi
peserta didik yang kurang memiliki akses terhadap teknologi dan internet.
Satu-satunya
yang dapat dilakukan adalah memberikan pekerjaan rumah banyak kepada peserta
didik, meskipun metode ini tidak semaksimal online learning, dan disetor saat
kelas tatap muka kembali digelar. Selain itu, masalah lain yang perlu
diperhatikan adalah, "para siswa juga akan mengalami kesulitan untuk
melakukan konsultasi dengan guru terutama untuk pelajaran yang dianggap
membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih mendalam, misalnya
matematika."
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino